Sabtu, 29 Agustus 2015

hukum jual beli secara online menurut islam




Menurut jumhur fuqaha' (mayoritas ulama fiqih), rukun jual beli adalah :

1. Ada penjual dan pembeli
2. Ijab dan qobul
3. Ada barang yang dijual/beli
4. Ada nilai tukar (harga)

            Adapun syarat jual beli yang terpokok adalah : Orang yang berakad berakal sehat, barang yang diperjual belikan ada manfaatnya, barang yang diperjual belikan ada pemiliknya, dalam transaksi jual beli tidak terjadi manipulasi atau penipuan.

            Brdasarkan paparan di atas,dapat dibawa ke permasalahan pokok kali ini, yaitu jual beli melalui omline (internet) yang sebenarnya juga termasuk jual beli via telepon, sms dan alat telekomunikasi lainnya, maka marka yang terpenting adalah : Ada barang yang diperjual belikan, halal dan jelas pemiliknya, sebagai mana hadits Nabi :

عَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ نَهَانِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَبِيْعَ مَا لَيْسَ عِنْدِيْ
Dari Hakim bin Hizam ia berkata; Rasulullah saw melarangku menjual sesuatu yang tidak ada padaku (yang tidak aku miliki). (H. R. Tirmidzi no. 1278)

            Ada harga wajar yang disepakati kedua belah pihak (penjual dan pembeli), tidak ada unsur manipulasi atau penipuan dalam transaksi, sebagai mana disebutkan dalam hadits :

 عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ  عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلًا ذَكَرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ يُخْدَعُ فِي الْبُيُوْعِ فَقَالَ إِذَا بَايَعْتَ فَقُلْ لَا خِلَابَةَ
Dari 'Abdullah bin 'Umar ra bahwa ada seorang laki-laki menceritakan kepada Nabi saw bahwa dia tertipu dalam berjual beli. Maka beliau bersabda: Jika kamu berjual beli katakanlah : Maaf, namun jangan ada penipuan. (H. R. Bukhari no. 2117).

            Prosedur transaksi benar, diketahui dan saling rela antara kedua belah pihak (penjual dan pembeli), sebagai mana firman Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (Q.S. 4 An Nisaa' 29)

            Jika empat marka tersebut terpenuhi, maka sebenarnya jual beli dengan cara apapun tidak ada masalah, tetap sah dan diperbolehkan. Apalagi jika suatu jenis transaksi itu sudah menjadi kebiasaan, walau menurut orang lain aneh, maka secara fiqih tetap sah dan boleh. Dapat diambil contoh :

Di desa-desa sudah biasa orang yang ke warung itu mengambil dan makan jajan sesuai kemauannya. Baru kemudian ketika akan membayar, si pembeli memberitahu pemilik warung, bahwa dia mengambil ini-itu sejumlah sekian. Jadi andai kata dia berbohong maka pemilik warung tidak akan tahu. Keadaan demikian berlangsung sejak dahulu sampai sekarang dan tidak diketahui ada ulama yang keberatan.

            Dalam perpektif ushul fiqih, sepanjang hal-hal itu terkait dengan muamalah ijtima'iyyah (transaksi sosial kemasyarakatan) maka dapat disandarkan pada kaidah-kaidah berikut :
اَلْعَادَةْ مُحْكَمَةْ lebih tepatnya  اَلْعُرْفُ مُحْكَمْ      sebab 'urf itu mesti kebiasaan yang baik, sedang 'aadah itu bisa berupa kebiasaan yang baik tapi bisa pula kebiasaan yang buruk. Jadi adat/kebiasaan yang baik itu dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk menetapkan hukum.


اَلْأَصْلُ فِي اْلأَشْيَاءِ اْلإِبَاحَةِ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
Pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya diperbolehkan sepanjang tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannya.

            Berpijak dari landasan kaidah-kaidah fiqhiyah tersebut, maka jual beli lewat online (internet) itu diperbolehkan dan sah, kecuali jika secara kasuistis terjadi penyimpangan, manipulasi, penipuan dan sejenisnya, maka secara kasuistis pula hukumnya diterapkan, yaitu haram. Tetapi kasus tertentu tidak dapat menjeneralisir sesuatu yang secara normal positif, boleh dan halal

            Oleh karena itu jika ada masalah terkait ketidak sesuaian barang antara yang ditawarkan dan dibayar dengan yang diterima, maka berlaku hukum transaksi pada umumnya, bagaimana kesepakatan yang terjalin. Inilah salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab batalnya transaksi jual beli dan dapat menjadi salah satu penyebab haramnya jual beli, baik online atu bukan, karena adanya/terjadi manipulasi atau penipuan.

DAFTAR ISI KUMPULAN HADITS KEUTAMAAN

1.   Hadits keutamaan doa tengah malam
2.   Hadits keutamaan shalat sunah fajar
3.   Hadits keutamaan mendoakan dari kejauhan
4.   Hadits keutamaan sujud
5.   Hadits keutamaan mengucap amin dalam shalat jamaah
6.   Hadits keutamaan adzan dan iqomah
7.   Hadits keutamaan shalat sunah ba'da wudhu
8.   Hadits keutamaan berjamaah isya' dan shubuh
9.   Hadits keutamaan menunggu shlat
10. Hadits keutamaan memperbanyak langkah ke masjid
11. Hadits keutamaan berangkat jum'atan lebih awal
12. Hadits keutamaan berinfak
13. Hadits keutamaan shadaqoh tiap hari
14. Hadits keutamaan shadaqoh tanpa hitungan
15. Hadits keutamaan hari senin dan kamis
16. Hadits keutamaan menutup aib orang lain
17. Hadits keutamaan mengunjungi orang sakit
18. Hadits keutamaan diberi cobaan
19. Hadits keutamaan shadaqoh, memberi maaf dan merendahkan diri
20. Hadits keutamaan surat al-falaq dan an-nas
21. Hadits keutamaan membangun masjid
22. Hadits keutamaan pergi ke masjid
23. Hadits keutamaan adzan dan shaf awal
24. Hadits keutamaan melangkah ke masjid
25. Hadits keutamaan doa ketika khotib duduk di atas mimbar
26. Hadits keutamaan shalat sunah setelah wudhu
27. Hadits keutamaan doa bersama imam
28. Hadits keutamaan baca istighfar setelah shalat
29. Hadits keutamaan berjabat tangan
30. Hadits keutamaan membaca tashbih, tahmid dan takbir setelah shalat
31. Hadits keutamaan merapatkan shaf
32. Hadits keutamaan membaguskan wudhu
33. Hadits keutamaan baca shalawat dalam doa
34. Hadits keutamaan dzikir berjamaah
35. Hadits keutamaan puasa Asyura
36. Hadits keutamaan puasa Arofah
37. Hadits keutamaan punya uban
38. Hadits keutamaan makan sahur
39. Hadits keutamaan dzikir bismillaahil ladzii laa yadhurru ma'asmihii syaiun fil ardhi walaa fissamaa'     wahuwas samii'ul 'aliim
40. Hadits keutamaan baca shalawat
41. Keutamaan dzikir Allahumma laa maani'a limaa a'thaita wa laa mu'tiya limaa mana'ta
42. Keutamaan dzikir astagh-firullah hal'adhiim laailaaha illaa huwal hayyul qoyyuum wa .....
43. Keutamaan subhaa nallaah wabihamdih
44. Keutamaan dzikir subbuuhun qudduusun robbul malaa-ikati war ruuh
45. Keutamaan dzikir subhaa nallaah wal hamdulillaah walaa ilaa ha-illallaah wallaahu akbar
46. Keutamaan dzikir laa ilaaha illallaahul waahidul qahhaar
47. Keutamaan dzikir laa ilaaha illallaah almalikul haqqul mubiin
48. Keutamaan dzikir laa ilaaha-illallaah wahdahuu laa syariikalah ...
49. Hadits keutamaan doa setelah berwudhu

Boleh mengganti nama




عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ ابْنَةً لِعُمَرَ كَانَتْ يُقَالُ لَهَا عَاصِيَةُ فَسَمَّاهَا رَسُوْلُ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمِيلَةَ

Dari Ibnu 'Umar bahwa "Dulu anak perempuan 'Umar bernama 'Ashiyah (Durhaka). Maka kemudian diganti oleh Rasulullah saw dengan nama 'Jamilah' (Cantik)." H.R. Muslim no. 5728

Kamis, 27 Agustus 2015

Memilih nama yang baik




عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللهِ عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمٰنِ

Dari Nafi' dari Ibnu 'Umar ia berkata; Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya nama-nama yang paling disukai Allah Ta'ala ialah nama-nama seperti: 'Abdullah, 'Abdurrahman." H.R. Muslim no. 5709

Selasa, 25 Agustus 2015

Daftar isi Hadits-Hadits Pilihan

1.   Menuntut ilmu menghapus dosa
2.   Mencari ilmu
3.   Menolong sesama muslim
4.   Belajar membaca Al-Qur'an
5.   Pentingnya shalat witir
6.   Shalat sunah fajar
7.   Doa dari kejauhan mustajabah
8.   Doa antara adzan dan iqomah tidak tertolak
9.   Perintah bersiwak
10. Bahaya meninggalkan shalat Jum'at
11. Bahaya meninggalkan shalat
12. Mendahulukan yang kanan
13. Waktu sujud perbanyak do'a
14. Larangan wanita pakai parfum
15. Tidak boleh mendahului imam
16. Mengucap aamiin dalam shalat
17. Setan takut dengan adzan
18. Sandal bilal di surga
19. Shalat isya' dan shubuh berjamaah
20. Meringankan shalat bila jadi imam
21. Sebagian tanda kiamat
22. Menunggu shalat
23. Pahala melangkah ke masjid
24. Obral hewan qurban
25. Shadaqoh untuk orang mati
26. Diperbolehkan hasud kepada ...
27. Diberi rizki karena berinfak
28. Doa malaikat bagi yang bersedekah
29. Waktu yang baik untuk sedekah
30. Menahan infak
31. Amal diangkat hari Senin dan Kamis
32. Mengacungkan senjata kepada saudaranya
33. Menutupi aib orang lain
34. Orang bermuka dua
35. Musibah menghapus dosa
36. Membari maaf tidak hina
37. Bacaan surat untuk orang sakit
38. Memenuhi seruan shalat jamaah
39. Sujud sahwi
40. Shalat yang berat bagi orang munafik
41. Makan dengan tangan kanan
42. Shalat tahiyatul masjid
43. Memasukkan ternak ketika matahari terbenam
44. Doa antara adzan dan iqomah
45. Membangun masjid
46. Memanjangkan surat pada rakaat pertama
47. Datang ke masjid
48. Adzan dan shaf awal
49. Shalat berjamaah

Daftar isi Astikel Islami 1

1.   Menepati janji
2.   Memahami makna jihad
3.   Memelihara sunah Nabi
4.   Kematian mendidik kehidupan
5.   Keluarga sakinah
6.   Kisah Nabi Isa ( 1 )
7.   Kisah Nabi Isa ( 2 )
8.   Memilih rumah makan di perjalanan
9.   Syaikh Nawawi Al-Bantani
10. Cara memperoleh ilmu
11. Memanjangkan umur orang tua
12. Surat Maidah ayat 3
13. Klaim datangnya hari kiamat
14. Memperhatikan penampilan anak
15. Kiat mempunyai anak shaleh
16. Menyongsong kematian
17. Terapi ambisi
18. Mengelola keluarga
19. Sifat sombong
20. Sifat kikir
21. Ikhlash
22. Shalat dan kesehatan
23. Demonstrasi
24. Menjenguk orang sakit
25. Menyebarkan salam
26. Kehancuran negeri makin dekat ( 1 )
27. Kehancuran negeri makin dekat ( 2 )
28. Tertipu diri sendiri
29. Keluarga barokah
30. Pacaran itu Islami ?
31. Korupsi
32. Memaksimalkan ikhtiyar
33. Hari raya idul fitri
34. Puasa syawal
35. Memutus hubungan kerabat
36. Durhaka kepada kedua orang tua
37. Zuhud
38. Marhaban ya Ramadhan 1
39. Marhaban ya Ramadhan 2
40. Mengamalkan ilmu
41. Shalat tahajud
42. Membiasakan wudhu
43. Dengki dan iri hati
44. Sumpah palsu
45. Mengendalikan marah
46. Bersedekah
47. Kelebihan umat Muhammad
48. Menyongsong shalat Jum'at
49. Dajjal la'natullah

Hukum Membaca Al-Qur'an sambil tiduran





Membaca Al-Qur'an sambil tiduran hukumnya boleh, pembacanya mendapat pahala, namun pahalanya tidak sama dibandingkan dengan membacanya sambil duduk apalagi sambil berdiri (dalam shalat) yang penuh khusuh dan khudhu'

Dalil-dalil yang menunjukkan boleh membaca Al-Qur'an sambil tiduran adalah sebagai berikut :


إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ (  )  الَّذِيْنَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. 3 Ali 'Imran 191)

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : إِنِّي لَأَقْرَأُ حِزْبِيْ وَأَنَا مُضْطَجِعَةٌ عَلَى السَّرِيْرِ
Dari A'isayah rah, ia berkata : Sungguh aku membaca hizibku (wirid yang terdiri atas ayat-ayat Al-Qur'an) sambil aku berbaring di atas ranjang (Kitab Al-Adzkar halaman 9)


عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَرَأْسُهُ فِى حَجْرِى وَأَنَا حَائِضٌ
Dari A'isyah, ia berkata : Adalah Nabi saw membaca Al-Qur'an dan kepalanya bersandar di pangkuanku, dan aku sedang haid. (H. R. Bukhari no. 7549)

عَنْ عَائِشَةَ حَدَّثَتْهَا أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَّكِئُ فِى حَجْرِى وَأَنَا حَائِضٌ ، ثُمَّ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ
Dari A'isyah, ia menceritakan bahwasanya Nabi saw bersandar di pangkuanku, sedangkan aku dalam keadaan haid, lalu beliau membaca Al-Qur'an (H. R. Bukhari no. 297  dan Muslim no. 719)

Senin, 24 Agustus 2015

Cara Membaca Amin yang Benar




Berkenaan dengan bacaan lafadz "amin" ini, ada beberapa ulama yang telah membagasnya, antara lain :

1. Imam Asy-Syaukani berkata :

قَوْلُهُ (آمِيْنَ) هُوَ بِالْمَدِّ وَاتَّخْفِيْفِ فِى جَمِيْعِ الرِّوَايَاتِ وَعَنْ جَمِيْعِ اْلقُرَّاءِ. وَالثَّانِيَةُ : اَلتَّشْدِيْدُ مَعَ الْمَدِّ. وَالثَّالِثَةُ : اَلتَّشْدِيْدُ مَعَ اْلقَصْرِ وَخَطَأَهُمَا جَمَاعَةٌ مِنْ أَئِمَّةِ اللُّغَةِ
Sabda Nabi saw, aamiin itu dibaca panjang hamzah nya dan tidak bersyiddah mim nya dalam semua riwayat dan dari semua ahli baca Al-Qur'an. Yang kedua, bersyiddah mim nya serta dibaca panjang hamzahnya. Dan yang ketiga bersyiddah mim nya serta dibaca pendek hamzah nya,namun segolongan dari para ulama ahli bahasa Arab telah menganggap salah kepada keduanya itu (Kitab Nailul Authar, Juz II, halaman 245)

2. Imam Nawawi mengatakan :

وَأَمَّا لُغَاتُهُ فَفِى آمِيْنَ لُغَتَانِ مَشْهُوْرَتَانِ (أَفْصَحُهُمَا) وَأَشْهَرُهُمَا وَأَجْوَدُهُمَا عِنْدَ اْلعُلَمَاءِ آمِيْنَ بِالْمَدِّ بِتَخْفِيْفِ الْمِيْمِ وَبِهِ جَاءَتْ رِوَايَاتُ الْحَدِيْثِ (وَالثَّانِيَةُ) اَمِيْنَ بِالْقَصْرِ وَبِتَخْفِيْفِ الْمِيْمِ. وَحَكَى اْلوَاحِدِىُّ لُغَةً ثَالِثَةً آمِيْنَ بِالْمَدِّ وَاْلإِمَالَةِ مُخَفَّفَةِ الْمِيْمِ، وَحَكَى اْلوَاحِدِىُّ آمِّيْنَ بِالْمَدِّ أَيْضًا وَتَشْدِيْدِ الْمِيْمِ، وَنَصَّ اَصْحَابُنَا فِي كُتُبِ الْمَذْهَبِ عَلَى أَنَّهَا خَطَأٌ. قَالَ اْلقَاضِى حُسَيْنٌ فِي تَعْلِيْقِهِ لَا يَجُوْزُ تَشْدِيْدُ الْمِيْمِ
Adapun berkenaan dengan bacan-bacaanya,maka dalam lafadz "amin" itu ada dua macam yang telah masygur. Yang paling fasih dan paling terkenanl serta paling baik dari keduanya menurut pendapat para ulama, bahwa lafadz amin itu dibaca dengan panjang hamzagnya dan tidak bersyiddah mimnya, dengan demikian telah datang riwayat-riwayat hadits. Bacaan yang kedua, dibaca pendek hamzahnya dan tidak bersyiddah mimnya, Imam Al-Wahidi telah menyebutkan yang ketiga,yaitu dibaca panjang gamzagnya dengan imalah dan tidak bersyiddah mimnya. Imam Al-Wagidi juga telah menyebutkan bacaan yang keempat,yaitu dengan membaca panjang hamzahnya dan mensyiddahnya. Namun sahabat-sahabat kami (dari madzhab Syafi'i) menegaskan dalam kitab-kitab madzhab bahwasanya bacaan yang demikian itu adalah keliru.Al-Qodhi Husain dalam kitabnya At-Ta'liq telah berkata : Tidak boleh mensyiddahkan mim dalam lafadz amin. (Kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, juz III, halaman 370)

            Dari uraian di atas,dapat diketahui bahwa lafadz amin itu terdapat lima macam bacaan :

1. آمِيْنَ    Yaitu dengan membaca panjang hamzahnya dan tidak mensyiddahkan mimnya, serta mimnya dibaca panjang.

2. اَمِيْنَ    Yaitu dengan membaca pendek hamzahnya dan tidak mensyiddahkan mimnya, serta mimnya dibaca panjang.

3. آمِيْنَ    Yaitu dengan membaca panjang hamzahnya dan membacanya dengan "imalah" (membaca hamzahnya antara harokat fat-hah dan kasroh) dan tidak mensyiddahkan mimnya, serta mimnya dibaca panjang.

4. اَمِّيْنَ    Yaitu dengan membaca pendek hamzahnya dan mensyiddahkan mimnya, serta mimnya dibaca panjang.

5. آمِّيْنَ    Yaitu dengan membaca panjang hamzahnya dan mensyiddahkan mimnya, serta mimnya dibaca panjang.

            Dengan demikian,apabila di kalangan masyarakat ada yang membaca lafadz amin dengan  اَمِنْ  yaitu dengan membaca pendek hamzahnya dan tidak mensyiddahkan mimnya, serta mimnya dibaca pendek, yang demikian itu tidak ada dasar dan sumbernya sama sekali.

            Dari kelima bacaan lafadz amin tersebut, yang dipandang tidak benar atau keliru oleh para ulama ahli bahasa Arab adalah bacaan yang keempat dan yang kelima. Bahkan terhadap bacaan yang kelima ini ada segolongan ulama dari madzhab Syafi'i yang menfatwakan batal shalat seseorang yang membaca amin demikian.

            Adapun bacaan yang benar adalah bacaan amin yang pertama, kedua dan ketiga, namun di antara ketiganya itu yang dipandang paling fasih, dan paling terkenal serta paling baik adalah bacaan amin yang pertama.

            Bacaan amin yang pertama itu dikatakan atau dinilai demikian karena padanya terdapat dua hal :

1. Sesuai dengan bacaan semua ahli qiraat, seperti Imam Nafi' , Imam Ibnu Katsir, Imam Abu 'Amar, Imam Ibnu 'Amir, Imam 'Ashim, Imam Hamzah, dan Imam Ali Al-Kasa'i

2.  Sesuai dengan riwayat-riwayat hadits Nabi saw.

            Jadi kesimpulannya untuk membaca lafadz amin yang paling baik dan paling bemnar adalah dengan membaca lafadz :    آمِيْنَ

hukum berwudhu di kamar mandi wc




                   Dalam kitab Safinatun Najah karangan Syaikh Salim bin Samir Al-Hadhrami yang telah diberi komentar (syarah) oleh Syaikh Muhammad Nawawi dalam kitabnya Kasyifatus Saja, disebutkan hal-hal yang berkenaan dengan syarat sahnya wudhu, yaitu sebagai berikut :

شُرُوْطُ اْلوُضُوْءِ عَشَرَةٌ : اَلْإِسْلَامُ وَالتَّمْيِيْزِ وَالنَّقَاءَ عَنِ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ وَعَمَّا يَمْنَعُ وُصُوْلَ الْمَاءِ إِلَى اْلبَشَرَةِ وَأَلَّا يَكُوْنَ عَلَى الْعُضْوِ مَا يُغَيِّرُ الْمَاءَ وَالْعِلْمُ بِفَرْضِيَّتِهِ وَأَلَّا يَعْتَقِدَ فَرْضًا مِنْ فُرُوْضِهِ سُنَّةً وَالْمَاءُ الطَّهُوْرُ وَدُخُوْلُ اْلوَقْتِ وَالْمُوَالَاةُ لِدَائِمِ الْحَدَثِ

Sarat sahnya wudhu itu adaa sepuluh :

1.  Beragama Islam
2.  Sudah Mumayyiz
3. Bersih dari haid dan nifas
4. Bersih dari sesuatu yang menghalangi sampainya air kepada kulit
5.  Pada anggota wudhu tidak ada sesuatu yang mengubah air
6.  Mengetahui kefardhuan wudhu
7.  Tidak mengiktikadkan sunah terhadap yang fardhu
8.  Airnya harus suci-menyucikan
9.  Harus terus-menerus, bagi orang yang selalu berhadats

(Kitab Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Najah, halaman 25)

            Penjelasan ini juga terdapat dalam kitab Safinatun Najah, halaman 4, dalam pasal "Syuruthul Wudhu"

            Dari penjelasan di atas tadi dengan gamblang dapat kita ketahui bahwa di antara syarat sahnya wudhu yang sepuluh macam itu tidak ada keterangan agar jangan wudhu di WC. Dengan demikian,berwudhu di WC hukumnya sah.

            Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf telah berfarwa :

جَوَازُ اْلوُضُوْءِ دَاخِلَ بَيْتِ الْخَلآءِ
Boleh hukumnya wudhu di dalam WC (Fatawa Syar'iyah, juz I, halaman 214)

masuk surga karena amal atau karena rahmat Allah ?




      Mengenai masalah ini, terjadi ikhtilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama, disebabkan adanya dua dalil, yaitu Al-Qur'an dan hadits yang secara sepintas kelihatannya bertentangan.

            Menurut dzahir nash Al-Qur'an, bahwa masuk surga karena amal ibadahnya, hal ini dapat kita temukan pada beberapa ayat dalam Al-Qur'an antara lain :

الَّذِيْنَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلآئِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُواْ الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun'alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan".(Q.S. 16 An-Nahl 32)     

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأَنْهَارُ وَقَالُواْ الْحَمْدُ للهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَـذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللهُ لَقَدْ جَاءتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُواْ أَن تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran". Dan diserukan kepada mereka: "Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan." (Q.S. 7 Al A'raaf 43)

            Menurut dzahir nas hadits Nabi saw, bahwa amal ibadah tidak dapat memasukkan seseorang ke dalam surga, bahkan tidak pula menjauhkan seseorang dari adzab api neraka, melainkan karena rahmat Allah semata. Hal ini di sebutka dalam beberapa hadits, di antaranya adalah :

 عَنْ جَابِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ  لاَ يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ وَلاَ يُجِيْرُهُ مِنَ النَّارِ وَلاَ أَنَا إِلاَّ بِرَحْمَةٍ مِنَ اللهِ
Dari Jabir, ia berkata : Saya pernah mendengar Nabi saw bersabda : Amal shaleh seseorang di antara kamu tidak dapat memasukkannya ke dalam surga dan tidak dapat menjauhkannya dari adzab api neraka dan tidak pula aku, kecuali dengan rahmat Allah (H. R.Muslim no. 7299)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ. قَالُوْا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِىَ اللهُ مِنْهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
Dari Abu Hurairah,ia berkata : Rasulullah saw telah bersabda : Amal shaleh seseorang di antara kamu sekali-kali tidak dapat memasukkannya ke dalam surga. Mereka (para sahabat) bertanya : Wahai Rasulullah, tidak pula engkau? Rasulullah menjawab : Tidak pula aku, kecuali bila Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepadaku. (H. R. Muslim no. 7294 dan Bukhari no. 5673).

            Sebenarnya bila dalil-dalil Al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi tersebut dianalisis agak mendalam, tidaklah terdapat pertentangan, melainkan dapat kita kompromikan.

            Untuk lebih jelasnya perhatikan komentar dua tokoh ulama. Yang satu terkenal sebagai pakar dalam bidang tafsir, sedangkan yang kedua terkenal pakar dalam bidang fikih dan hadits, yaitu :

1. Imam Ahmad Ash-Shawi Al-Maliki, dalam kitab tafsirnya Ash-Shawi, ketika mengkompromikan kedua dalil tersebut, beliau berkata :

إنْ كُنْتَ وَرَدَ فِى الْحَدِيْثِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال  لَنْ يُدْخِلَ الْجَنَّةَ أَحَدٌ بِعِمْلِهِ. قِيْلَ وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِىَ اللهُ بِرَحْمَتِهِ. أُجِيْبُ بِأَنَّ اْلآيَةَ مَحْمُوْلَةٌ عَلَى اْلعَمَلِ الْمَصْحُوْبِ بِاْلفَضْلِ وَالْحَدِيْثَ مَحْمُوْلٌ عَلَى الْعَمَلِ الْمُجَرَّدِ عَنْهُ

Jika engkau berkata, telah terdapat keterangan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah saw telah bersabda : Seseorang sekali-kali tidak dapat masuk surga dengan sebab amalnya, Rasulullah ditanya, dan tidak pula engkau, wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab : Dan akupun tidak, kecuali Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadaku. Lalu Imam Ash-Shawi menjawab : Bahwasanya amal yang tersebut dalam ayat Al-Qur'an itu adalah amal yang disertai dengan fadhal (karunia Allah), sedangkan amal yang dimaksud dalam hadits Nabi itu adalah amal yang tidak disertai karunia Allah. (Tafsir Shawi,  juz II halaman 75)

2. Imam Muhyiddin An-Nawawi dalam kitabnya Syarah Shahih Muslim, ketika mengkompromikan kedua dalil tersebut di atas, beliau menjelaskan :


وَفِي ظَاهِرِ هَذِهِ الْأَحَادِيْثِ : دَلَالَةٌ لِأَهْلِ الْحَقِّ أَنَّهُ لَا يَسْتَحِقُّ أَحَدٌ الثَّوَابَ وَالْجَنَّةَ بِطَاعَتِهِ ، وَأَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَى : (اُدْخُلُوا الْجَنَّة بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوَنَ) (وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُوْرِثْتُمُوْهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ) وَنَحْوُهُمَا مِنَ الْآيَاتِ الدَّالَّةِ عَلَى أَنَّ الْأَعْمَالَ يُدْخِلُ بِهَا الْجَنَّةَ ، فَلَا يُعَارِضُ هَذِهِ الْأَحَادِيْثَ ، بَلْ مَعْنَى الْآيَاتِ : أَنَّ دُخُوْلَ الْجَنَّةِ بِسَبَبِ الْأَعْمَالِ ، ثُمَّ التَّوْفِيْقُ لِلْأَعْمَالِ وَالْهِدَايَةُ لِلْإِخْلَاصِ فِيْهَا ، وَقَبُوْلُهَا بِرَحْمَةِ اللهِ تَعَالَى وَفَضْلِهِ

Dan dalam kenyataan hadits-hadits ini ada petunjuk bagi ahli haq, bahwasanya seseorang tidak berhak mendapat pahala dan surga karena amal ibadahnya. Adapun firman Allah Ta'ala : "Masuklah kamu ke dalam surga iru disebabkan apa yang telah kamu kerjakan", dan "Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang telah kamu kerjakan" dan seumpama keduanya dari beberapa ayat Al-Qur'an yang menunjukkan bahwanya amal ibadah itu dapat memasukkan ke dalam surga,maka firman Allah itu tidak bertentangan dengan beberapa hadits ini. Akan tetapi ayat-ayat itu berarti, bahwasanya masuknya seseorang ke dalam surga karena amal ibadahnya, kemudian mendapat taufik untuk melakukaan amal ibadah itu dan mendapat hidayah untuk ikhlas dalam ibadah sehingga diterima di sisi Allah adalah berkat rahmat Allah dan karunia-Nya. (Kitab Syarah Shahih Muslim, juz XVII, halaman 160 - 161).

            Jadi kesimpulannya adalah seseorang masuk surga berkat amal ibadahnya dan dengan adanya rahmat Allah serta karunia-Nya, ia diberi taufik untuk beramal dan diberi hidayah agar ia ikhlas dalam beramal.