Sabtu, 08 Agustus 2015

Memelihara sunnah Nabi




       Sebagai seorang mukmin yang senantiasa mendambakan ridla dari Allah Subhanahu wata’ala, hendaknya selalu menja-lankan dan memelihara amal-amal sunah dan beberapa adab (etika), sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya, karena hal ini dapat menjernihkan hati dan mengandung beberapa rahasia yang lain.

      Hal ini telah dibuktikan oleh para ahli shufi. Dengan bekal keteguhannya memelihara amal sunah dan beberapa adab serta berperilaku dengan akhlaknya Nabi, mereka memperoleh martabat dan maqam yang luhur di sisi Allah Subhanahu wata’ala. Itu sebabnya dalam ilmu Tashawwuf, yang paling banyak dibicarakan adalah pembahasan mengenai adab. Kata tashawwuf sendiri berasal dari kata “shofa-yashfu” yang artinya jernih.

     Dalam beribadah sholat missal-nya, hendaknya kita memelihara beberapa kesunatan dan adab. Seorang laki-laki dalam beribadah sholat, hendaknya memakai pakaian yang berlengan panjang dan menutupi kepala (tidak gundulan). Meski tidak ada nash Hadits yang berbicara tentang hal ini, namun bukankah Allah Subhanahu wata’ala menganjur-kan kepada kita untuk berpakaian yang baik ketika melaksanakan sholat? Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Q.S. 7 Al A'raaf 31).

       Namun bukan berarti ketika amal sunah dan adab itu sudah dipelihara dengan baik, kita menjadi terbebas dari menjalan-kan amal fardlu sebagaimana yang diduga oleh kebanyakan orang-orang bodoh. Yang sebenarnya, justru amal fardlu harus tetap lebih diutamakan dari pada amal sunah dan adab. Artinya, bahwa ketiganya, baik amal fardlu, amal sunah dan juga adab sama-sama harus dijalani dan dipelihara dengan sebaik-baiknya.

        Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam Hadits Qudsi: “Rasulullah saw. bersabda, Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Tidak ada seorang pun hamba-Ku yang mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari pada melakukan amal fardlu. Hamba-Ku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal sunah, niscaya Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku (menjaga) telinganya yang ia mendengar dengannya, Aku (menjaga) matanya yang ia melihat dengannya, Aku (menja-ga) tangannya yang ia memukul dengannya, Aku (menjaga) kaki-nya yang ia berjalan dengannya. Jika dia meminta-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Dan bila dia meminta perlindungan kepa-da-Ku, Aku pasti juga akan melindunginya.” (HR. Bukhari)

      Sebagai seorang muslim, kita tentunya harus konsisten dalam menjalankan syariat Islam dengan cara selalu mengikuti segala hal yang telah diajarkan oleh Rasu-lullah Shollallahu alaihi wasallam, baik mulai dari sikap, ucapan maupun perbuatannya. Misalnya, tatacara beliau makan, minum, menerima tamu, bertetangga, berbisnis, bergaul dengan istri dan keluarga, dan lain-lain. Mengikuti dan meneladani segala aspek dari perilaku Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam ini adalah wujud dari rasa kecintaan kepada Allah Subhanahu wata’ala, sebagaimana firman-Nya: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa-mu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. 3 Ali 'Imran 31)

     Namun, yang terjadi pada masa sekarang ini, justru banyak orang Islam yang lebih memilih mengikuti perilaku dan petunjuk kalangan agama lain, Nasrani dan Yahudi. Setidaknya dapat dilihat dari beberapa hal yang mulai mentradisi di tengah-tengah masyarakat kita. Misalnya, pesta ulang tahun yang diikuti dengan proses meniup lilin, tepuk tangan, memotong roti atau tumpeng dan bernyanyai bersama “Happy best day to you”. Kalau dicermati, sebenarnya kegiatan ini sama sekali tidak ada dasarnya dalam syariat Islam. Demikian pula halnya kebiasaan memakai baju serba hitam di saat ta’ziah mayit, atau kebiasaan berpakaian serba ketat, bukak-bukaan dan trans-paran yang makin menggejala di lingkungan kaum muslimin, semuanya adalah buah propa-ganda kaum Nasrani dan Yahudi, yang tak terasa telah menjadi tradisi kaum muslimin.
      Dan juga sering kita temui adalah pada saat kita makan, saudara-saudara kita memakan makanan dengan menggunakan tangan kiri, makan nasi rawon, nasi soto atau lainnya yang pakai kerupuk, sering makan kerupuk-nya itu dengan tangan kiri. Makan tahu (gorengan lainnya) dengan cabe, maka makan cabenya biasanya dengan tangan kiri. Memakan bakso pakai garpu, biasanya makan pentolnya pakai garpu sehingga dengan menggunakan tangan kiri. Hal ini memang telah ditularkan kebia-saan ini oleh orang barat yang natabenya adalah Nasrani dan Yahudi. Padahal rasulullah saw. telah mengingatkan kita pada sebuah hadits : “Dari Salamah bin Al-Akwa’ ra. sesungguhnya se-orang laki-laki makan di sisi rasulullah saw. dengan tangan kirinya. Lantas rasulullah saw. bersabda : Makanlah dengan tangan kananmu. Dia menjawab : Aku tidak mampu. Rasul bersabda : Semoga engkau tidak mampu. Perawi berkata : Dia enggan mengikuti perintah rasul karena sombong. Akhirnya dia tidak mampu mengangkat tangan ke mulutnya.” (H.R. Muslim)

      Hadits di atas menunjukkan perintah memakan makanan dengan tangan kanan. Ada lagi yang sering kita jumpai yaitu pada saat menghadiri undangan hajatan saudara kita yang disertai makan ala prasmanan, maka kebiasaan diantara kita makan sambil berdiri : “Dari Anas ra. dari Nabi saw. Sesungguhnya beliau melarang seorang laki-laki minum dengan berdiri. Qatadah berkata : Kami bertanya kepada Anas, bagaimana kalau makan? Anas berkata : Itu lebih jelak.” (H.R. Muslim)

      Barangkali inilah yang dikha-watirkan oleh Baginda Nabi Muhammad saw., sebagaimana sabdanya dalam Hadits Shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Tirmidzi dan Imam Ahmad, “Diriwayatkan dari Sa’id al Khudlri, Nabi Muhammad saw. bersabda, “Sungguh kamu semua besuk akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Bahkan ketika mereka masuk lubangnya Biawak (binatang Dlob), kamu semua mengikutinya.” Sahabat bertanya, “Wahai Rasulallah, (apakah mereka yang dimaksud sebelum kamu semua itu) Yahudi dan Nashrani?” Rasulullah menjabab, “Kalau tidak mereka, lalu siapa?”

      Prediksi Nabi saat ini memang telah sangat jelas terlihat kebe-narannya. Selain beberapa hal di atas, masih sangat banyak budaya-budaya barat yang hampir semuanya budaya Nashrani dan Yahudi secara tidak terasa namun pasti, telah diikuti oleh kebanyakan umat Islam.

2 komentar: