Jumat, 07 Agustus 2015

cara memperoleh ilmu





       Ada keterangan yang menyatakan bahwa belajar ilmu tanpa guru itu, gurunya adalah setan. Penjelasannya adalah, jika seseorang belajar ilmu tanpa bimbingan dari guru, besar kemungkinan dia banyak keliru, bahkan tersesat, seolah-olah dia berguru kepada setan yang kerjanya menggelincirkan dan menyesatkan manusia dari jalan yang benar
      Imam Ghazali bernah berkata : “Ketahuilah olehmu, bahwasanya guru itu adalah pembuka (yang masih tertutup) dan memudahkan (yang rumit). Mendapatkan ilmu dengan adanya bimbingan guru akan lebih mudah dan lebih menyenagkan”.
      Bahkan Imam Bukhari yang terkenal ahli hadits itu jumlah gurunya sampai 1.080 orang.
      Mungkinkah ilmu tanpa guru. Ternyata ada! Bahkan ilmu yang paling penting di jagad dunia akherat itu diperoleh tanpa peran-taraan guru. Dalam bahasa pesantren disebut ilmu laduni. Tentu saja tidak mudah memperoleh ilmu ini. Namun siapapun bisa mendapatkan nya. Mau tahu, mari kita simak apa pendapat ulama tentang ini. 

      Salah satu ilmu yang diperoleh tanpa guru adalah ilmu  taqwa ia yang mampu mengubah seseorang  tanpa guru tetapi  langsung dari Allah SWT. Pertanyannya, taqwa yang bagaimanakah yang akan menghasilkan ilmu tanpa guru. Apakah mungkin mendapatkan ilmu tanpa guru, ilmu macam apakah yang akan diperleh dan bagaimanakah upaya mendapatkannya, serta Jalan apakah yang harus ditempuh. Sederetan per-tanyaan ini Insya Allah akan terjawab dalam uraian di bawah ini.

Taqwa Melahirkan Ilmu

      Ada dua ayat dalam Al Qur’an yang membuktikan bahwa taqwa akan mendatangkan ilmu dalam hati manusia.

       Pertama: Allah ta’ala telah berfirman dalam Al-Qur’an : “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan meng-hapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.  (Q.S Al-Anfaal : 29).

       Furqon di sini menurut sumber yang tercantum dalam kitab "Marooqi al 'Ubudiyah" diartikan dengan pemahaman ilmu yang terhujam di dalam hati bukan di dalam pikiran. Ilmu ini didapat langsung dari sumbernya yaitu Allah tanpa melalui perantaraan seorang guru.

       Kedua: Allah juga berfirman : “Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala se-suatu”. (QS. Al Baqarah:282)

      Pada ayat pertama, orang yang bertaqwa akan dianugerahi fur-qon, semacam pengetahuan yang hadir dalam hati sedangkan pada ayat kedua lebih tegas Allah menyebutkan ilmu pengetahuan dengan ungkapan “yu’allimu” atau mengajari. Jadi orang yang bertaqwa hidupnya akan diajari langsung oleh Allah swt. tanpa perantaraan guru. Sebab taqwa itu tidak ada gurunya sedangkan ilmu lain ada gurunya. Sebab taqwa itu adanya di hati makanya ungkapan Rasul tentang taqwa adalah :  “Mintalah fatwa kepada hatimu”

     Singkatnya, boleh jadi, orang yang sudah memperoleh furqon dan yu’allimu nisaya pengetahuan yang dimilikinya bersumber dari Allah dan pasti benar adanya. Di samping itu hidupnya akan terbimbing dengan sendirinya. Penuh keberkahan dan kebaha-giaan. Orang-orang sholeh sungguh-sungguh berusaha mendambakan posisi seperti ini. Dalam hati mereka dipenuhi oleh sinar ilmu dari Allah swt. Semua memahami bahwa jika hati seseorang sudah tersinari ilmu Allah niscaya segala tindakannya pun akan terbimbing dengan sendrinya.

Upaya Memperoleh Ilmu

      Untuk mendapatkan ilmu yang terhujam di dalam hati tanpa melalui perantaraan guru ini memerlukan syarat yaitu taqwa, seperti yang tercantum dalam ayat di atas. Namun taqwa yang bagaimana yang mesti dilakukan oleh kita sehingga mampu mendapatkan ilmu langsung dari Allah swt. Apakah taqwa yang diartikan seperti meninggalkan larangan dan mengerjakan perintahnya. Atau taqwa yang bagaimana. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat disimak petunjuk Imam Malik ra dalam kitab yang sama:

مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ وَرَثَهُ اللهُ عِلْمَ مَالَمْ يَعْلَمْ.

  Artinya: “Barang siapa yang mempraktekkan ilmu yang telah diperolehnya, niscaya Allah akan mewarisi ilmu pengetahuan yang sama sekali belum pernah diketahuinya.”

      Petunjuk imam Malik tersebut cukup jelas memberi pedoman ringkas bagaimana cara menda-patkan janji Allah bahwa orang yang bertaqwa akan diberi ilmu pengetahuan. Dan cara untuk mendapatkan tingkat tersebut cukup sederhana yaitu dengan mengamalkan saja ilmu yang sudah diperoleh dari guru dimana kita belajar meskipun sedikit namun ilmu itu dikerjakan terus-menerus dengan sabar tanpa henti. Pada akhirnya dengan sendirinya akan sampai ke sana. 

Syari’ah, Tariqah dan Hakekat
     Masih dalam kitab “Marooqi al ‘Ubudiyah” ketika menjelaskan ungkapan imam Malik ra. tersebut ternyata sarat dengan makna. Misalnya ungkapan ‘amila’ diartikan dengan ‘thariqah’; ‘alima’ diartikan ‘syariat’ dan ‘waratsa Allah ‘ilma maa lam ya’lam’ diartikan sebagai hakikat.
 
       Singkatnya, penjelasan dalam kitab tersebut menunjukan bahwa dengan mempraktekkan ilmu berarti masuk dalam thariqah dan pada saat yang sama, orang yang tengah mengamalkan ilmu yang diperoleh dari pengetahuan sehari-hari misalnya dari guru atau sumber lainnya, maka berarti tengah menjalani kehidupan syariat. Selanjutnya, tingkat akhir, ketika Allah mewarisi ilmu yang telah dijanjikan bagi yang yang bertaqwa berupa ilmu yang belum diketahui, berarti orang tersebut sudah masuk dalam suatu kehidupan puncak yaitu memperoleh hakekat dari Allah SWT, hakikat itu misalnya ma’rifat dan lain sebagainya yang jelas banyak sekali kelebihan yang terpancar dalam setiap tindakan dan ucapan orang tersebut.

      Ini berarti bahwa antara sya-riat, tharikat dan hakikat meru-pakan rangkaian kesatuan yang tidak bisa dilepaskan guna mem-peroleh ilmu dari Allah. Jika hanya sampai kepada syariat tentu masih kurang, begitu juga jika hanya sampai kepada tariqat berarti perjalanan masih panjang. Maka untuk mewujudkan ketiganya, jadikan diri kita untuk terus-menerus bertakwa diiringi dengan mempraktekkan ilmu- ilmu yang pernah kita dapat.

      Jadi ternyata ilmu taqwa, sabar, tawakkal dan segala macam ilmu hati tidak bisa diajarkan oleh kyai sekalipun. Guru-guru yang ada justru sebagai pemberi informasi kitalah yang menentukannya. Hanya kepada Allah jua lah semua ilmu dikembalikan, dan hanya Dia yang bisa memberikan ilmu yang hakiki.

2 komentar: