Jumat, 07 Agustus 2015

agama Islam telah sempurna





Setiap yang berawalan pasti mempunyai akhiran, sebagaimana kita ketahui, ada awal bulan , pasti ada akhir bulan. Ada awal tahun ada akhir tahun. Seperti halnya ada kelahiran pasti ada kematian. Sesaat pada tanggal 9 dzulhijjah, merupakan tahun ke 10 Hijriyah, ketika Rasulullah berada di padang arafah, beliau berada di atas onta yang diberi nama Lebbah.
Beliau menerima wahyu terakhir, di akhir tahun ke-10 Hijriyah, yaitu surat Al Maidah ayat 3, yang mana di ayat terakhir ini mengandung tiga poin penting yang merupakan pemberitahuan sekaligus peringa-tan buat Rasulullah sekaligus bagi umatnya.

Poin pertama : “Hari ini Aku sempurnakan bagimu Agamamu”.
   Maka sejak saat itu syariat Islam telah sempurna, tidak perlu ada revisi, baik pengurangan, maupun penambahan. Syahadadnya, Salat-nya, Zakatnya, puasa dan hajinya semuanya telah disyariatkan secara sempurna.
  Akan tetapi dalam kenyataannya, pada akhir zaman ini, ada yang menyatakan salat tidak perlu lagi dengan gerakan rukuk, sujud, tidak perlu lagi tasyahud awal dan akhir, cukup dengan niat. Ini adalah pemahaman baru (memasuki pemahaman aliran kepercayaan, niat adalah merupakan rukun dari salat dan tidak berarti salat orang yang mengerjakan salat tanpa niat. Rasulullah menyatakan: “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung pada niatnya”. Akan tetapi jika salat itu hanya niat saja sudah cukup, itu bukan salat namanya.
   Sebagai lukisan sederhana kami mengutip buku Islam Agama Rasional, karya Mehdi Khorasani-A.F.B. Baines-Hewitt, tentang pengalaman Mohammad Asad. Sebelum masuk Islam bernama Leopold Weiss. Dalam perjalanannya ke Negara-negra Islam. Leopold Weiss melihat kaum muslimin sembahyang berjamaah di suatu desa. 
Ia bertanya pada imam desa itu: “Apakah Tuan sesungguhnya bahwa Tuhan menghendaki supaya tuan-tuan perlihatkan penghormatan kepada-Nya dengan berulang-ulang, Rukuk, dan sujud kepadanya? Tidakkah lebih baik apabila hanya dengan melihat kedalam hati dan menyembahnya dengan diam-diam?”
 
     Imam desa itu menjawab: ”betapa pula kami akan menyembah Tuhan? Bukankah ia menciptakan manusia dalam bentuk jasmani dan rohani, tidakkah patut orang menyembah Dia dengan rohani dan jasmani.
     Agama Islam bukan saja menganggap jiwa manusia itu sebagai struktur, tertapi seluruh wujud kemanusiaan merupakan suatu struktur yang bulat. Istilah ‘hati’ dan ‘akal’ lebih merupakan pengucapan simbolik.
     Di sinilah kesempurnaan Islam yang menghargai kegiatan lahir dan juga kegiatan batin dan kedua-duanya membutuhkan makan dan perawatan kesehatan yang sama agar sehat badan jasmani dan rohaninya, sehingga firman Allah: “carilah kebahagiaan akhirat , akan tetapi jangan lupakan bagianmu di dunia ini”. (Q.S. Al-Qashas.77)
     Rasulullah bersabda: ”Salatlah kamu semua seperti saya salat”. Dengan demikian berarti Rasulullah mengerjakan salat. Akan tetapi mengapa agama sekarang diartikan secara dangkal? Perintah Rasulullah itu adalah merupakan ibadah praktik dan umat Islam tidak boleh begitu saja meninggalkan praktik ibadah tersebut. Mereka menganggapnya ritual itu bisa diubah-ubah, disesuaikan dengan zaman dan kesibukan manusia, sehingga mereka yang tidak mengerti syariat secara sempurna dianggapnya hal itu tidak efektif, dan efesien. Ini adalah Dajjal (pembohong besar), yang sangat perlu diwaspadai dan dicermati, sehing-ga tidak menjalar kepada masya-rakat Islam awam lainnya.
      Konsekwensinya, jika salat hanya cukup dengan niat saja, maka masjid-masjid di seluruh duania harus dibongkar dan diganti dengan mall dan supermarket. Paham ini dipersilakan jika berani menghadapi umat Islam di seluruh dunia, sebab efeknya seakan tidak perlu lagi ka’bah dan masjid Nabawi, serta Masjidil Haram. Itu semua harus dibong-kar karena tidak efektif dan efisien.
    Jika salat tidak perlu rukuk dan sujud dan cukup hanya dengan niat saja, padahal masjid adalah merupakan tempat untuk rukuk dan sujud, demi kemulyaan Islam dan Al-Islamu Yaklu wala Yukla alaih (Islam itu tinggi dan tidak ada yang melebihinya). 
     Semua syariat Islam itu sudah sempurna, yang dikumpulkan dalam suatu wadah yang bernama ‘agama’ yang artinya ‘tidak kocar kacir’ atau dalam arti lain dalam bahasa sansekertanya: A = tidak, dan Gama = rusak. Artinya (orang yang beragama tidak akan mengalamai kerusakan). Atau disebut juga ”Addienun Naasi-hah”; (agama itu adalah nasihat). Di sini siapa pun yang dalam hidupnya tidak ingin kocar-kacir, rusak dan mendapatkan petunjuk maka beragamalah.
Poin kedua : “Dan aku cukupkan nikmatku bagimu”. Sejak kurang lebih 1500 tahun yang lalu, nikmat yang telah diberikan Allah itu sudah sempurna, dan bahkan seandainya kita diperintahkan untuk menghitung-hitung nikmat yang diberikan oleh Allah, kita tidak akan mampu menghitung-nya. Saking besarnya karunia nikmat itu, dan itu wajib kita syukuri.
Allah berfirman :”wamaa uutiitum minal ilmi illa qoliila”, (Dan tidaklah aku berikan kepada kamu semua ilmu, kecuali sedikit). Ahli tafsir mengatakan jarum dimasuk-kan ke dalam lautan, kemudian diangkat. Tetesan air yang ada pada jarum itulah yang diberikan Allah, yang diperebutkan oleh seluruh manusia di dunia.
   Akan tetapi nikmat itu tidak akan cukup jika tidak digabungkan dengan agama. Dengan Agamalah nikmat itu terasa sebagai anugerah dari Allah Swt. Disinilah kita akan menemukan kepuasan batin didalam pengabdian sebagai hamba.
Poin ketiga : “Dan aku ridho Islam itu sebagai Agamamu”. Kita hidup di dunia ini adalah sebagai konsumen nikmat Allah. Jika kita beriman, kemudian beramal salih, saling berwasiat kepada kebe-naran dan saling berwasiat kepada kesabaran, maka Allah telah bersumpah demi masa, manusia tidak akan merugi.
     Marilah kita menjaga agama ini dengan ibadah sesuai dengan syariatnya yang benar, sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh Rasulullah Saw. Mudah mudahan anak keturunan kita menjadi generasi yang salih dan salihah dan menjadi pemimpin bagi umat yang bertakwa, dan keluarga kita menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah serta selamat dunia dan akheranya. Amiim ya robbal aalamiin.

 


Sesung
guhnya Islam
bermula dari kete
rasingan dan kelak
akan kembali menja
di   terasing,   maka
beruntunglah bagi
orang-orang yang
terasing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar