Jumat, 07 Agustus 2015

etika dalam berdemonstrasi





      Demonstrasi adalah pernyataan protes yang dikemukakan secara massal, baik protes itu ditujukan kepada seseorang mau-pun kelompok atau pemerintahan. Dia juga biasa disebut dengan istilah unjuk rasa.

      Di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia, demonstrasi seakan menjadi sebuah cara bagi orang-orang lemah yang terbungkam untuk menyuarakan inspirasi kepada pihak  yang kuat.
     Secara khusus di Indonesia semenjak demo akbar yang digelar mahasiswa menurunkan Presiden Soeharto pada 1998 lalu, demonstrasi selalu menjadi kejadian yang menghiasi berita-berita harian masyarakat Indonesia. 
     Dalam bahasa Arabnya demonstrasi diterjemahkan dengan mudzaharat (demonstrasi) dan juga masirah (long-march). Dua kata yang hampir mirip tetapi dalam pandangan Islam memiliki muatan hukum yang tidak sama. Jika yang pertama sering mendekati pada hukum haram, yang kedua seakan sangat jelas diperbolehkan.
      Jika kembali pada Alquran, dua kata tersebut dengan arti sebagaimana definisinya di atas tidak dapat kita temukan mes-kipun kata mudzarat dan masirah dengan definisi lain dapat dijumpai. Begitu juga di dalam hadis-hadis Rasulullah SAW. Ini menunjukkan bahwa demonstrasi adalah sebuah fenomena baru yang muncul dikarenakan kebe-basan berpendapat yang sering terbungkam, tidak terdengar, atau mungkin sengaja tidak didengar-kan.
      Dalam sejarah Rasulullah saw. dan kepemimpinannya selama di Makkah dan Madinah, kita belum pernah membaca kejadian demonstrasi yang menuntut Rasulullah atas hak atau kebijakannya karena beliau memang seorang Rasul dan pemimpin yang telinganya sepenuhnya diberikan untuk mendengarkan umatnya yang terpimpin.
      Sungguh beliau dalam hal ini adalah contoh bagi para pemimpin. Namun, sebaliknya, ada beberapa kejadian yang dilakukan oleh Rasulullah beserta para sahabatnya yang mirip dengan demonstrasi yang sekarang menjadi berita suguhan sehari-hari di media massa. Kejadian-kejadian itu antara lain :

       pertama tatkala umat Islam di Makkah sedang berkumpul di rumah Al-Arqam, Umar bin Khaththab yang masih kafir tiba-tiba datang dan meminta izin masuk. Lalu, Rasulullah menemuinya menyatakan masuk Islam. Spontan terdengar takbir seluruh penghuni rumah.  
      Umar kemudian bertanya. Bukankah kita berada di atas kebenaran ya Rasulullah? Lalu kenapa dakwah masih secara sembunyi-sembunyi? Saat itulah semua sahabat berkumpul dan membentuk dua barisan, satu dipimpin Umar bin Khaththab dan satu lagi dipimpin Hamzah bin Abdul Muththalib. Mereka kemudian berjalan rapi menuju Kabah di Masjidil Haram dan orang-orang kafir Quraisy menyaksikannya.
     Kejadian ini dalam terminologi di atas adalah masirah atau long-march yang jelas diperbolehkan. Atau bahkan dianjurkan jika dalam kondisi tertekan sementara kita dalam posisi lemah seperti kondisi umat Islam saat pertama kali dakwah di Makkah yang ditekan oleh kaum kafir Quraisy di Makkah. 
      Kedua, ketika turun perintah dari Allah swt. kepada Rasulullah untuk berdakwah secara terang-terangan “ Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”(Q.S. Asy-Syu’ara: 214) beliau kemudian memanggil seluruh kerabatnya dan kabilah-kabilah di Makkah untuk berkumpul di bukit Shafa. Setelah berkumpul, beliau kemudian berorasi tentang agama yang dibawanya secara argumentatif dan logis.
      Meskipun ini dilakukan Rasulullah sendiri, tetapi orasi tentang Islam dan dakwahnya dengan mengumpulkan penduduk Makkah ketika itu mirip dengan demonstrasi yang terjadi sekarang. Yang jelas Rasulullah ingin menyuarakan suara Allah yang selama ini ditekan dan disem-bunyikan.
      Ketiga, pada waktu umrah qadha tahun tujuh Hijriyyah, Rasulullah datang bersama saha-bat Muhajirin dan Anshar ke Makkah untuk melakukan umrah yang sempat dilarang kafir Makkah di tahun sebelumnya. Dalam umrah ini, Rasulullah memerintahkan kepada umat Islam agar terlihat gagah dan kuat untuk menepis anggapan kafir Makkah bahwa umat Islam di Madinah menjadi lemah karena penyakitan.
     Dalam kejadian-kejadian di atas, sama sekali tidak pernah kita jumpai perbuatan pengrusakan atau perbuatan-perbuatan anarkis yang sudah layaknya sering dilakukan oleh para demonstran saat ini. Lebih-lebih ketika keingi-nannya tidak dapat dipenuhi atau aspirasinya tidak disetujui.
      Ada beberapa kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan dalam demonstrasi, antara lain :
      pertama mendahului suara Tuhan. Artinya, demo dilakukan untuk menentang suara yang sudah jelas-jelas menjadi perintah Tuhan di muka bumi. Dalam hal inilah Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului (suara) Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Se-sungguhnya Allah Maha Mende-ngar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Hujurat: 1).
    Kedua menyuarakan protes menentang perintah Allah dan Rasul-Nya adalah mendahului suara-Nya yang dilarang dalam ayat tersebut. Kedua, over acting dalam berorasi mengungkapkan protes sehingga terkesan ber-lebih-lebihan. Di dalam Alquran Allah telah mengingatkan agar tidak terlalu mengeraskan sua-ranya berlebih-lebihan. Firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi.” (Q.S. Al-Hujurat: 2). Berlebihan pada umumnya me-mang dilarang dalam Islam.
      Ketiga, provokasi yang hanya bertujuan meluapkan emosi tanpa dibarengi dengan saran untuk selalu tertib dan bergerak sesuai kesepakatan. Provokasi seperti itulah yang disebut sebagai hasutan. Hasutan dilarang dalam Islam. Seharusnya provokasi dibarengi dengan penekanan ke-sabaran pada diri para de-monstran sehingga demonstrasi bisa hidup dan berjalan dengan aman.
      Keempat, kegiatan yang merugikan baik terhadap pihak bersangkutan yang didemo mau-pun yang tidak bersangkutan sebagai efek dari demonstrasi. Larangan ini ditegaskan Allah dalam berbagai ayat Alquran, di antaranya firman-Nya: “Dan ja-nganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai (membenci) orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al-Qashash: 77).
Islam
membolehkan
demonstrasi sepanjang
tak keluar dari koridor
Al-Qur’an dan Hadits
Menyampaikan aspirasi
yang     merugikan
diri   sendiri  dan
orang lain jelas
haram
      Kelima, melakukan penyiksaan diri sendiri, seperti aksi mogok makan sehingga beberapa mereka harus dilarikan ke rumah sakit. Penyiksaan terhadap diri sendiri dilarang dalam Islam, apalagi jika sampai membahayakan nyawa. Allah menegaskan: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (Q.S. Al-Baqarah: 195).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar