Rabu, 12 Agustus 2015

dzikir berjamaah setelah shalat



اَلْأَذْكَارُ بَـعْــدَ الصَّـلَاةِ
( Dzikir sesudah shalat )

            Sebelum dzikir ba’da shalat kita bahas, perlu kiranya kita ketahui hukum bersalaman sesudah shalat. Imam Nawawi mengatakan :

المختار ان يقال ان صافح من كان معه قبلا لصلاة فمباحة وان صافح من لم يكن معه قبل الصلاة عند اللقاع فسنة بالاجـماع للأحاديث الصحيحة. (المجموع شرح المهذ ب)      

“Pendapat yang terpilih dikatakan bahwa apabila seseorang telah bersalaman dengan temannya sebelum shalat, maka bersalaman setelah shalat itu hukumnya mubah, namun jika ia bersalaman dengan temannya, padahal ketika ia bertemu dengan temannya sebelum shalat belum bersalaman, maka hukumnya adalah sunah dengan ijmak (kebulatan pendapat ulama’) berdasarkan beberapa hadits yang shahih. Kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab

            Hadits yang menjelaskan sunahnya bersalaman antara lain :


حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُوْ خَالِدٍ اْلأَحْمَرُ وَعَبْدُ اللهِ بْنُ نُمَيْرٍ عَنِ الأَجْلَحِ عَنْ أَبِى إِسْحَاقَ عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا


Dari Barra bin  bin Azib ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Tidaklah dua orang laki-laki bertemu, kemudian keduanya bersalaman, kecuali diampuni dosanya sebelum mereka berpisah. (H. R. Ibnu Majah no. 3734)

            Para ulama’ sepakat (ijmak) mengata kan sunah berdzikir sesudah shalat. Ada beberapa hadits yang berkenaan dengan masalah ini, diantaranya :

عَنْ أَبِى أُمَامَةَ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ أَىُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ قَالَ جَوْفُ اللَّيْلِ الآخِرُ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ
“Dari Abu Umamah ra, ia berkata : Rasulullah saw, ditanya orang : Do’a apakah yang paling diperhatikan Allah? Nabi saw, menjawab : Do’a pada tengah malam terakhir dan do’a pada akhir shalat wajib.” (H.R. Tirmidzi no. 3838).

            Berdzikir sesudah shalat secara jahar (keras) menurut pandangan  madzhab Syafi’i diperbolehkan, sekaligus sebagai pengajaran kepada para makmum. Hal ini didasarkan pada hadits :

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِى عَمْرٌو أَنَّ أَبَا مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ .

Bahwa Abu Ma'bad mantan budak Ibnu 'Abbas, mengabarkan kepadanya bahwa Ibnu 'Abbas ra mengabarkan kepadanya, bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir setelah orang selesai menunaikah shalat fardlu terjadi di zaman Nabi swa. Ibnu 'Abbas mengatakan, "Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai dari shalat itu karena aku mendengarnya." (H.R. Bukhari no. 841 dan Muslim no. 1346)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar