BERDO’A DENGAN TAWASSUL
Kita sering mendengar seorang Muslim berdo’a dengan
mengucapkan beberapa kalimat berikut : “Ya Allah, berkat wali-Mu Fulan, berilah
aku …..”, atau “Ya Allah,
dengan kebesaran fulan, jadikanlah aku ….”, atau “Ya Allah,
berkat puasaku (atau amal lainnya), mudahkanlah ….”,atau “Ya Allah,
berkat shalawat yang kami baca, anugrahilah aku …”, atau “Ya Allah berkat wali-Mu yang dimakamkan di kuburan ini,
selamatkanlah aku dari ….”.
Semua
yang tertera di atas merupakan contoh tawassul. Yang menjadi pertanyaan,
bagaimana sebenarnya hukum tawassul itu?
Arti tawassul
Tawassul artinya menjadikan sesuatu sebagai perantara
dalam usaha untuk memperoleh
kedudukan yang tinggi di sisi Allah atau untuk mewujudkan keinginan dan cita-citanya. Sedangkan wasilah adalah
sesuatu yang dijadikan sebagai perantara dalam bertawassul. Dalam
Al-Qur’an disebutkan :
يَا أَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ وَابْتَغُواْ إِلَيهِ الْوَسِيلَةَ
وَجَاهِدُواْ فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan
diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat
keberuntungan. (Q.S. 5 Al Maa-idah
35)
Dalam
ayat ini Allah swt, memerintahkan kita agar mencari wasilah yang
dapat mendekatkan kita kepada Allah, termasuk dengan cara bertawasul dengan para Nabi dan wali yang sudah meninggal seperti telah diajarkan oleh Rasulullah saw, para sahabat dan
ulama salaf yang shaleh. Dalam
menafsirkan wasilah dalam ayat ini, Al-Hafidz Ibn Katsir mengatakan :
وَالْوَسِيْلَةُ هِيَ
الَّتِيْ يُتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى تَحْصِيْلِ الْمَقْصُوْدِ
“Wasilah adalah segala sesuatu yang
menjadi sebab sampai pada tujuan”. (Tafsirul Qur’anil ‘Adzim
juz 2 halaman 52)
Sesuatu yang dapat dijadikan
sebagai wasilah (perantara) adalah jika ia
dicintai dan diridhai Allah, jadi sesuatu/barang yang haram tidak dapat
dijadikan wasilah.
وَمَا
أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا
أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا
اللهَ تَوَّابًا رَحِيمًا
“Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul, melainkan untuk
dita’ati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau
mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan
ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi
Maha Penyayang”. (Q.S. 4 An Nisaa’ 64).
Dalam ayat ini Allah
menuntun kita, apabila kita menganiaya diri dengan
melakukan perbuatan dosa, dan kita hendak bertaubat dan memohon ampun
kepada Allah, maka kita mendatangi Rasulullah saw, baik ketika beliau masih
hidup atau sudah meninggal, lalu kita memohon ampun kepada Allah serta ber-tawassul dan ber-istighatsah dengan
Rasulullah saw, agar dimohonkan ampun kepada Allah. Hal ini sesuai
dengan penafsiran Al-Hafidz Ibn Katsir (salah seorang ulama yang dikagumi kaum
wahhabi) dalam kitab tafsirnya juz 2 halaman
366 terhadap ayat di atas berikut ini :
يُرْشِدُ
تَعَالَى
الْعُصَاةَ وَالْمُذْنِبِينَ إِذَا وَقَعَ مِنْهُمُ الْخَطَأُ وَالْعِصْيَانِ أَنْ
يَأْتُوا إِلَى الرَّسُولِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَسْتَغْفِرُوا اللهَ عِنْدَهُ وَيَسْأَلُوهُ أَنْ
يَسْتَغْفِرُ لَهُمْ فَإِنَّهُمْ إِذَا فَعَلُوا ذلِكَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِمْ وَرَحِمَهُمْ
وَغَفَرَ لَهُمْ وَلِهذَا قَالَ (لَوَجَدُوا اللهَ تَوَّابًا رَحِيمًا) وَقَدْ
ذَكَرُ جَمَاعَةٌ مِنْهُمُ الشَّيْخُ أَبُو نَصْرُ بْنُ الصَّبَّاغِ فِي كِتَابِهِ
الشَّامِلِ الْحِكَايَةَ الْمَشْهُورَةَ عَنِ العُتْبِيِّ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ
قَبْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَ
أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللهِ سَمِعْتُ اللهَ يَقُولُ
(وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللهَ وَاسْتَغْفَرَ
لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللهَ تَوَّابًا رَحِيمًا) وَقَدْ جِئْتُكَ مُسْتَغْفِرًا
لِذَنْبِي مُسْتَشْفِعًا بِكَ إِلَى رَبِّي ثُمَّ أَنْشَأَ يَقُولُ
يَا خَيْرَ
مَنْ دُفِنَتْ بِالْقَاعِ أَعْظُمُهُ فَطَابَ مِنْ طِيْبِهِنَّ الْقَاعُ وَالْأَكَمُ
نَفْسِي الْفِدَاءُ لِقَبْرٍ أَنْتَ سَـاكِنُهُ فِيهِ الْعَفَافُ وَفِيهِ الْجُودُ وَالْكَرَمُ
ثُمَّ
انْصَرَفَ الْأَعْرَابِي فَغَلَبَتْنِي عَيْنِي فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي النَّوْمِ فَقَالَ
يَا عُتْبِيُّ اِلْحِقِ اْلأَعْرَابِيَّ فَبَشِّرْهُ أَنَّ اللهَ قَدْ غَفَرَ لَهُ
“Allah swt, memberi
bimbingan kepada orang-orang durhaka yang berdosa, bila mereka tejerumus ke dalam
kesalahan dan kemaksiatan, hendaknya mereka
datang menghadap Rasulullah saw, lalu memohon ampun kepada Allah di
hadapannya dan meminta kepadanya agar mau memohonkan ampun kepada Allah buat mereka. Karena sesungguhnya jikalau mereka
melakukan hal tersebut, niscaya Allah
menerima taubat mereka, merahmati mereka, dan memberikan ampunan bagi
mereka. Karena itulah dalam firman berikutnya di sebutkan : (tentulah mereka
mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi
Maha Penyayang). Sejumlah ulama, antara lain Syekh Abu Mansur Ash-Shabbagh di dalam kitabnya
Asy-Syamil, mengetengahkan kisah yang terkenal (populer) dari Al-Utbi.
Beliau berkata : Aku sedang duduk di dekat kubur Rasul saw, datanglah seorang
A’rabi (Arab Badui) dan berkata : Salam
sejahtera atasmu ya Rasulullah. Aku telah mendengar Allah berfirman : “Sesungguhnya jikalau mereka
ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada
Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati
Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang” (Q.S. 4 An Nisaa’ 64). Sekarang aku datang kepadamu, memohon ampun bagi dosa-dosaku (kepada Allah)
dan meminta syafaat (pertolongan) kepadamu
(agar engkau memohonkan ampunan bagiku) kepada Tuhanku. Kemudian ia
mengucapkan syair :
Wahai
sebaik-baik orang yang dikebumikan di lembah ini lagi paling agung Maka menjadi harumlah dari pancaran
keharumannya semua lembah dan pegunungan ini.
Diriku sebagai tebusan kubur
yang engkau menjadi penghuninya Di dalamnya terdapat
kehormatan, kedermawanan dan kemuliaan.
Kemudian lelaki A’rabi itu pergi,
dan dengan serta merta mataku terasa mengantuk
sekali hingga tertidur. Dalam tidurku itu aku bermimpi bertemu Nabi saw,
lalu beliau bersabda : Hai Utbi susullah orang A’rabi itu dan sampaikanlah
kabar gembira kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan kepadanya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar